Pimpinan Ponpes SIS AL-DJUFRIE
Ustad Abdul Hamid
Berawal
dari muktamar akbar yang kedelapan pada tahun 2002. Saya di sampaikan oleh
orang tua tentang arti dari pada pengabdian, wabil khusus mengabdi untuk ummat
dengan menuntun mereka dalam hal ketauhidan, akhlak, maupun aqidah itu hanya
bisa di bimbing melalui pendidikan baik pendidikan formal maupun non formal,
itu dapat di lakukan secara maksimal kalau kamu buka atau bangun Pondok
Pesantren seperti halnya guru tua.
“Saya
pesankan sama kamu bangunlah pondok pesantren yang dapat menampung anak-anak
dhuafa atau kurang mampu saya selaku orang tua tidak gembira terima berita
bahwa kamu sudah memiliki rumah sekalipun tiga lantai, juga saya belum senang
dengar berita kalau kamu sudah dapat beternak mobil dan saya malah sedih kalau
muncul berita di telingga saya bahwa kamu itu memiliki kebun seluas mata
memandang, mengapa? Karena manusia ini hidup ingin kaya raya mau rumah elit,
mobil mewah kebun buah-buahan yang luas, itu target daripada manusia yang hidup
di dunia ini saya akan bahagia dan tenang bilamana mendengar berita bahwa kau
sudah punya pesantren, dapat menampung anak-anak yang ingin bersekolah tapi
terhimpit oleh beban ekonomi yang berat karena mereka yang mampu membangun
pesantren itu adalah hidayah dari Allah swt”.
Hari
berganti minggu, minggu pun berganti bulan, setelah memasuki bulan kelima
tepatnya 1 Ramadhan 1432 hijriah orang tua saya meninggal dunia. Wasiat,
wejangan dan arahanya selalu mengganggu pikiran saya waktu itu dan
Alhamdulillah setelah selesai takziah yang ketujuh malam, pagi harinya saya
pulang ke TOLIS kembali menjalankan aktivitas seperti biasa tiba-tiba datang
program untuk pembangunan pemukiman transmigrasi di desa kami. Di pemukiman
baru itu akan di tempati oleh warga eks pengungsi Poso, maka dibangunlah
rumah-rumah transmigran sebanyak 300 kepala keluarga terdiri dari dusun 1
Sebanyak 87 KK, dusun 2 sebanyak 113 KK dan di dusun 3 sebanyak 100 kepala
keluarga, maka saya pun mendaftarkan diri untuk menjadi warga transmigran dan
kami di beri tanah pertanian seluas 2 hektar antara dusun 2 dan dusun 3 diatas
lahan itulah kelak saya mendirikan Pondok Pesantren Sis Al-Jufri, bersama
dengan rekan atau saudara angkat saya yang bernama KADIM di lokasi pondok
pesantren Sis Al-Jufri dia mewakafkan tanah seluas 2 Ha untuk pembangunan dan
pemberdayaan Pondok Pesantren, setelah lokasinya sudah jelas saya dan Kadim
mulai melaksanakan pembersihan lahan setelah selama 18 hari lamanya kami
menbersihkan tempat untuk pembangunan asrama santri yang di gandeng dengan
ruang belajar. Tiga ruangan, dari situ kami mulai angkut bahan-bahan bangunan
berupa tiang kayu panjang dan papan, karena kami berdua tidak cukup uang untuk
mendanai semua itu kami pun berperas pikiran untuk mencari teman yang satu visi
dengan kami. Pada suatu hari saya mendatangi seorang ustad yang tinggal di kota
Tolitoli namanya Ustadz Syamsu Hi Pataray S.Hi. saya ceritakan kepada beliau
dari awal hingga akhir. Ternyata Ustad Syamsu sangat menghargai cita-cita luhur
tersebut tidak panjang lebar beliau katakan "saya
besok datang tinjau lokasi itu, kita bangun ponpes Sis Al-Jufri dan kembangkan
ilmunya Habib Idrus di sana”.
Keesokan harinya beliau datang dan langsung menyebrangi sungai yang lebarnya
sekitar ±60
M. sampai
di lokasi beliau terkagum-kagum melihat situasi di lokasi persiapan pembangunan PONPES tersebut.
Karena dia terletak di bukit-bukit. Di tengok kebawah hamparan yang luas yang
telah di bangun rumah-rumah transmigrasi, beliau berdecak kagum atas
pemandangan di bawah, sore harinya kita rapat untuk membahas dari pada
kelanjutan pembangunan
ponpes setelah dua hari dari pelaksanaan rapat kami datangkan tukang dua orang
untuk melaksanakan pekerjaan pembangunan ruang kelas sebanyak tiga ruang, tanpa
terasa kita sudah melewati selama dua bulan ustad Syamsu pun tak kunjung datang
saya datangi beliau untuk yang kedua kalinya begitu beliau melihat bahwa saya
yang datang, beliau berkata dengan gaya bahasa bugisnya yang kental beliau
berkata:
“Jauh sekalimi itu lokasi mid, baru akses jalan belum
ada, jangan kurang hati ko di’ tidak mampu je saya jalan kaki, baru naik perahu
terus, kau mi bangun itu sekolah dan buka pesantren nanti saya bantu ko dari
jauh kalu cuman administrasi,soalnya ada juga lokasi di Desa Buntuna saya dapat
dan kita sama-sama bangun pesantren, kalau kau di Galandau beri nama Sis
Al-Jufri saya di Buntuna beri nama Ponpes Madinatul Khairaat”.Jadi sekarang
beliau juga punya pesantren yang namanya Madinatul Khairaat Buntuna. Di sini dekat
sekitar 200 M dari asrama Kompi 711 PLN masuk. Jadi minta maaf saya mungkin
cari teman juga untuk bantu saya mendirikan Ponpes di sini”
begitulah penjelasan beliau pada saat itu dengan perasaan
kecewa saya pulang, sepanjang jalan saya berfikir siapa lagi yang bisa bantu
untuk dirikan pesantren, kalau di Dolo banyak saudara, keluarga tapi di
Tolitoli “teman untuk berfikir banyak, tapi teman untuk bekerja itu yang tidak ada”, lalu saya coba temui teman Abnaul Khairaat yang di DPR
namanya Moh Nur Tandesa saya yakinkan beliau bahwa lokasi siap, bangunan sudah
3 ruang dengan asrama santri sekalipun beliau masih berfikir-fikir, minggu
berikutnya saya datangi kembali untuk menanyai kesiapan beliau beliau langsung
bilang “ya sudah bismillah saja kita bangun Ponpes Sis Al-Jufri”. Hari
itu juga saya konsultasi ke DEPAG dengan kepala seksi pengembangan keagamaan
Pondok Pesantren. Yaitu Bapak Ustad Hi Moh Bahri S.Ag, beliau dan langsung
mengatakan usahakan bulan Rabiul Awal 1426 Hijriah kita buka atau resmikan
Pesantrenmu di rangkaikan dengan Maulid, sejak saat itu di mulailah Proses
Belajar Mengajar di Ponpes Sis Al-Jufri dengan siswa awal sebanyak 32 orang.
"Dikisahkan langsung oleh Pimpinan Ponpes SIS AL-DJUFRIE"
GALANDAU,
6 April 2012
PIMPINAN
PONDOK
ABDUL
HAMID
Tidak ada komentar:
Posting Komentar